Oktober, 11 2025-23.00| Redaksi PARAMIDSN
Surabaya, paramidsn.com -
Krisis Terus Membayangi Kelangsungan Orangutan Tapanuli di Batang Toru
Hutan Batang Toru di Sumatera Utara kini menjadi saksi bisu perjuangan hidup salah satu primata paling rentan di dunia: orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Spesies ini hanya ditemukan di kawasan Batang Toru yang mencakup wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah dengan luasan sekitar 133.841 hektar. Namun ancaman terhadap kelestariannya semakin nyata, terutama karena tekanan pembangunan, alih fungsi lahan, dan konflik manusia-satwa liar.
Ahli ekologi hutan Onrizal dari Universitas Sumatera Utara menegaskan bahwa orangutan Tapanuli memiliki karakteristik genetik unik yang membedakannya dari orangutan Sumatera dan Kalimantan. Sayangnya, keunikan itu tidak menjamin kelangsungan hidup mereka jika habitatnya terus tergerus. Kondisi kritis ini diperparah oleh laporan adanya individu yang terluka akibat aktivitas manusia.
Pada Desember 2024, seekor induk orangutan dengan mata kanan buta terlihat di kawasan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Luka tersebut diduga berasal dari tembakan senapan angin, sementara induk tersebut tetap merawat anaknya yang masih kecil. Bukan sekadar kisah tragis individual data populasi juga memicu kekhawatiran terhadap spesies endemik satu ini. Menurut Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2019–2029, populasi orangutan Tapanuli saat ini diperkirakan tinggal antara 577 hingga 760 individu yang tersebar dalam dua metapopulasi di total habitat seluas 1.051,32 km². Statusnya pun sudah ditetapkan sebagai “Kritis” (Critically Endangered) oleh IUCN, alias satu langkah dari punah di alam liar.
Tekanan besar datang dari aktivitas manusia yang merambah kawasan Batang Toru sehingga orangutan Tapanuli terancam kehilangan habitat aslinya.
Menurut Panut Hadisiswoyo dari Green Justice Indonesia, konversi lahan untuk perkebunan, pertambangan, kegiatan ekstraktif, pembangunan pembangkit, dan fragmentasi habitat menunjukkan kecenderungan meningkat. Analisis NDVI menunjukkan luas vegetasi terbuka meningkat dari sekitar 426 hektar pada 2013 menjadi 665 hektar pada 2023. Di tengah situasi kritis itu, kolaborasi lintas pemangku kepentingan menjadi kunci dan upaya yang bisa dilakukan saat ini untuk terus menjaga populasi orangutan tersebut. Organisasi masyarakat sipil (CSO), masyarakat lokal dan pemerintah diharapkan bersama-sama merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Sumatera Utara untuk menempatkan perlindungan ekosistem Batang Toru sebagai prioritas. Walhi Sumatera Utara juga mengingatkan bahwa rencana investasi tanpa kontrol ketat bisa mempercepat deforestasi, menggerus habitat esensial tak hanya bagi orangutan tetapi juga bagi keanekaragaman hayati dan masyarakat adat setempat. Melalui upaya advokasi, monitoring, dan peningkatan kesadaran publik, harapan untuk menjaga eksistensi orangutan Tapanuli tetap ada. Namun langkah itu harus segera dilakukan sebelum spesies ini lenyap dari alam.
Referensi:
https://mongabay.co.id/2025/02/03/orangutan-tapanuli-berstatus-kritis-dan-terancam-di-habitatnya/
Penulis : Vivi Yunita
Editor : Ali Maruf
Foto By : mark_spence /inaturalist