SEPTEMBER, 14, 2025-05.45 | Redaksi PARAMIDSN
Gresik, paramidsn.com - Kapan anda terakhir anda melihat capung??? Ya benar pada saat ini capung terancam punah di lndonesia. Padahal. di Indonesia ada sekitar 700 jenis capung, dengan 136 jenis di antaranya dapat ditemukan di Jawa. Hal itu disinyalir oleh World Dragonflies Association (WDA) atau komunitas pecinta capung internasional yang berpusat di Inggris. Pada saat ini, keberadaan capung memang semakin sulit ditemukan di Indonesia, berbeda dengan era 1980-an ketika hewan kecil iru masih dapat disaksikan di alam bcbas-di lapangan, di antara semak dan pepohonan khususnya ketika musim panas datang, Ancaman kepunahan capung di Indonesia, berdasarkan temuan PBB adalah karena kondisi perairan di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Padahal kehidupan capung sangat tergantung pada
Serangga pemakan jentik nyamuk dan hama sawah itu disebut dengan berbagai nama di berbagai daerah Indonesia. Di Sunda, capung disebut papatong. Di Jawa disebut kinjeng, coblang, gantrung, atau kutrik, sermentara orang Banjar menyebutnya kasasiur, dan orang Flores menyebutnya tojo. Kini, hewan itu terancam punah dan bisa jadi anak cucu kita kelak tidak akan lagi mengenalnya. Sebagai ilustrasi, kunang-kunang pernah terancam musnah dari Jepang. Karena kesadaran itu, orang Jepang pun berternak kunang-kunang untuk kemudian disebarkan lagi di alam bebas. Bagaimana dengan Indonesia? Selain capung masih ada banyak serangga lain yang sudah sulit di temukan contoh adalah kunang kunang.
Ya hal itu juga sejalan dengan Sebuah ulasan penelitian baru setebal 37 halaman dengan 80 rekanan penulis dalam jurnal Ecological Monograph menemukan bahwa perubahan iklim telah mempengaruhi banyak spesies serangga di seluruh dunia. Simpulan penelitian menyebut kehidupan serangga akan semakin sulit pada saat iklim bumi menghangat.
“Implikasi [dari dampak kehilangan serangga] terhadap keseimbangan alam dan kemanusiaan dapat sangat besar dan mengerikan,” jelas Jeffrey Harvey, penulis utama dalam penelitian ini dan seorang ahli biologi di Royal Netherlands Academy of Arts and Science.
“Serangga secara kritis menyediakan sejumlah layanan ekologis yang mendukung kesehatan ekonomi material manusia.”
Harvey dan rekan-rekan penelitinya menyebut perubahan iklim dapat memengaruhi hidupan serangga. Pertama dan terpenting, serangga menjadi lebih sensitif terhadap perubahan suhu daripada banyak kelompok hewan lainnya. Sebagai ektoterm, -seperti jenis reptil dan amfibi, serangga mengontrol suhu tubuhnya melalui udara sekitar.
“Jika terlalu panas, serangga tidak dapat mengatasi gelombang panas di tempat wilayah perlindungan mikro-habitatnya. Mereka akan terpapar [peningkatan] suhu yang bakal membunuh banyak dari jumlah mereka, atau yang bakal membuat mereka menjadi mandul,” lanjut Harvey
Penulis : Ali Ma'ruf
Editor : Suaizam
Foto by : pngtree & mongabay